Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Tentang Hadits Shahih serta Pembagian Hadits-Hadits Shahih


Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, telah dibukukan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, Khalifah kelima Bani Umayyah. Sedangkan sebelumnya hadits-hadits Nabi SAW masih terdengar dalam ingatan para sahabat untuk kepentingan dan pegangan mereka sendiri. Umat muslim di dunia harus menyadari bahwa hadits Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup yang kedua setelah Al-Qur’an. Tingkah laku manusia yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, cara mengamalkannya, tidak dirinci dengan ayat Al-Qur’an secara mutlak dan secara jelas, hal ini membuat para muhaditsin sadar akan perlunya mencari penyelesaian dalam hal tersebut dengan al-hadits.

Dalam meneliti kekuatan hadits serta kelemahan hadits dan untuk dijadikan hujjah hukum islam, serta untuk mengamalkan hadits, perlu dipahami hadits-hadits yang berkembang baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dalam artikel ini saya akan membahas: Hadits Shahih, Hadits Hasan dan Hadist Dha'if


Pengertian Hadits Shahih

Kata shahih menurut bahasa dari kata shahha, yashihhu, shuhhan wa shihhatan wa shahhahan, yang menurut bahasa berarti, yang selamat, yang sehat, yang benar, yang sah, dan yang benar. Para ulama biasa menyebut kata shahih itu sebagai lawan kata dari kata saqim (penyakit). Maka hadits shahih menurut bahasa berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau hadits yang selamat.
Hadits shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah, sebagai berikut:

Hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ber'illat"

Ibnu Hajar Al Asqalani, mendefinisikan lebih ringkas yaitu:

Hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang adil, sempurna kedhabitannya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat dan tidak syadz"

Dari kedua pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa, hadits shahih merupakan hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sanadnya bersambung, perawinya yang adil, kuat ingatannya atau kecerdasannya, tidak ada cacat atau rusak.


Syarat-syarat Hadist Shahih

1. Sanadnya bersambung
Yang dimaksud sanad bersambung adalah tiap-tiap periwayatan dalam sanad hadits menerima periwayat hadits dari periwayat terdekat sebelumnya, keadaan ini berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadits itu.
2. Periwayatan bersifat adil
Adil yang dimaksud adalah periwayat seorang muslim yang baligh, berakal sehat, selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat.
3. Periwayatan bersifat dhabit
Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah di dengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia menghendakinya.
4. Tidak janggal atau syadz
Adalah hadits yang tidak bertentangan dengan hadits lain yang sudah di ketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
5. Terhindar dari ‘illat (cacat dalam perawi, matan atau sanadnya)
Adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang disebabkan adanya hal-hal yang tidak baik mulai dari matan hadits yang kurang lengkap atau yang kelihatannya samar-samar.

Pembagian Hadits-Hadits Shahih

Para ulama ahli hadits membagi hadits-hadits menjadi dua macam yaitu:

1. Hadis shahih li-Dzatih
Ialah hadits shahih dengan sendirinya, artinya hadits shahih yang memiliki lima syarat atau kriteria sebagaimana disebutkan pada persyaratan di atas, atau hadits shahih adalah: 
“Hadits yang melengkapi setinggi-tinggi sifat yang mengharuskan kita menerimanya”
Dengan demikian penyebutan hadits shahih li dzatih dalam pemakaiannya sehari-hari pada dasarnya cukup memakai sebutan dengan hadits shahih. 
Adapun contoh hadits li dzatih, yang artinya:
“Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah SAW bersabda: “Dasar (pokok) Islam itu ada lima perkara: mengakui tidak ada tuhan selain Allah dan mengakui bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, menunaikan puasa di bulan ramadhan dan menunaikan ibadah haji” (HR Bukhari Muslim).
2. Hadits Shahih li-Ghairih
Yang di maksud hadits shahih li ghairih adalah hadits yang keshahihannya dibantu adanya keterangan lain. Hadits pada kategori ini pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek kedhabitannya. Sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk di kategorikan sebagai hadits shahih. Contoh hadits shahih li ghairih:
“Dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:” sekiranya aku tidak menyusahkan ummatku tentulah aku menyuruh mereka bersunggi (menyikat gigi) disetiap mengerjakan shalat.” (HR Bukhari Tirmidzi).
3. Kehujjahan hadits shahih
Para ulama sependapat bahwa hadits ahad yang shahih dapat dijadikan hujjah untuk nenetapkan syari’at Islam, namun mereka berbeda pendapat, apabila hadits kategori ini dijadikan untuk menetapkan soal-soal aqidah.




M. Yasin Syaifullah
M. Yasin Syaifullah Saya adalah seorang mahasiswa aktif di salah satu Perguruan Tinggi swasta. Dan saya senang menulis untuk berbagi | Iam a college student and I like writing to sharing.

Posting Komentar untuk "Pengertian Tentang Hadits Shahih serta Pembagian Hadits-Hadits Shahih"